Friday, 8 May 2009

Nikmatnya Su’udzon !

         Hidup adalah hal yang sangat menyenangkan bila kita dalam keadaan berkumpul dengan teman-teman kita. Memang adakalanya kita suka atau kadang kurang berkenan dengan sikap teman kita. Salah satu perilaku yang biasa kita lakukan dengan teman kita adalah membicarakan teman atau orang lain yang tidak ada di tempat tersebut. Ada kalanya membicarakan/mendiskusikan kebaikannya atau ada kala juga kita enjoy dan menikmati pembicaraan tentang keburukan orang lain.

         Membicarakan orang lain biasanya kita tidak asing mengenalnya dengan gosip atau ngrasani kalau dalam bahasa jawa. Memang kalau membicarakan kebaikannya sehingga kita termotivasi untuk lebih baik itu ada baiknya buat kita, tapi kalau kita lebih sering su’udzon atau berburuk sangka terhadap perilaku teman kita itu memang tidak dianjurkan oleh agama atau bahkan psikolog. Tapi kenapa kita cenderung lebih senang menikmati diri dalam hawa su’udzon?

         Su’udzon atau berburuk sangka dengan orang lain memang nikmat, kadang kalau sudah terbiasa setiap perbuatan atau perilaku teman kita yang kelihatannya tidak seperti biasa, kita secara refleks mental langsung su’udzon kepadanya dengan men-judge perilaku teman kita itu tidak menguntungkan (secara psikologis) bagi kita. Kadang kita akan lebih suka su’udzon atau negatif thingking kepada seseorang daripada husnudzon atau positif thingking. Seakan mengalir saja rasa su’udzon kita itu bila mendengar atau melihat sesuatu perilaku seseorang yang janggal. Apakah hal ini sudah mendarah daging dalam jiwa kita?

         Memang tak dapat dipungkiri, hal buruk atau kurang baik kadang pada sebagian orang lebih friendly atau mudah kita serap daripada hal yang baik. Begitu juga dengan su’udzon, hal ini kadang tak terasa terbersit saja dalam fikiran kita atau tiba-tiba terucap atau mungkin menjadi hal yang biasa di saat kita sedang asyik berkumpul dengan teman kita. Ketika tengah asyik bersu’udzon ria kadang akan sulit melihat sisi-sisi baik dari korban yang kita jadikan objek su’udzon. Kita akan tersa sulit melihat kebaikan yang sebenarnya lebih sering dilakukannya.

         Lalu bagaimanakah agar kita tidak biasa dengan su’udzon? Sebenarnya sesuatu yang baik dan yang anda ingin lakukan untuk mempengaruhi orang lain adalah harus dimulai dari dalam diri anda sendiri baru keluar mempengaruhi orang lain. Sebenarnya su’udzon bisa jadi merupakan kebiasaan kita ketika menerima informasi yang berkembang. Banyak cara sebenarnya yang bisa dikaukan untuk mengurangi atau bahkan mengusir kebiasaan su’udzon kita.

         Komitmen yang kuat dari dalam diri pribadi kita sendiri adalah sesuatu yang penting, tanpa adanya komitmen dari dalam ranah jiwa & fikiran kita, hal yang ingin kita nyatakan atau perbuat terbaik untuk hidup kita akan sulit tercapai. Walaupun kadang perubahan baik di luar akan mempengaruhi jiwa negatif kita untuk keluar. Bila perubahan su’udzon menjadi husnudzon atau negetif menjadi positif thingking dalam diri menjadi nyata, maka kita haruslah memahami manfa’at yang besar dari sikap husnudzon atau positif thingking yang akan kita bangun. Jika kita mengetahui betapa besar manfa’at dari positif thingking di dalam kehidpan kita sehari-hari, maka kita akan semakin mempunyai tekad yang kuat untuk berubah.

         Sahabat, setelah kita mengetahui manfa’at yang besar positif thingking maka selanjutnya kita lalu merenungi bahwa perubahan besar harus segera terjadi dalam diri kita, selanjutnya kita langsung mencoba mempraktekkan teori positif thingking kita menjadi kenyataan. Memang tidak langsung akan menerima hasil yang positif secara serta merta begitu saja, namun memang semua itu ada masa yang harus dilalui. Waktu perubahan sedikit demi sedikit ini haruslah kita jalani agar kita terbiasa dengan sikap husnudzon kita baik pada saat sendiri maupun pada saat berkumpul dengan teman-teman kita.

          Sahabat, hal yang baik yang sebaiknya kita lakukan agar mengistiqomahkan kita adalah dengan membaca buku atau mendengarkan hal atau ceramah agama yang dapat memotivasi kita di awal pagi. Selanjutnya pada waktu malam setelah melalui penatnya aktivitas kita melakukan evluasi diri apa yang telah kita kerjakan, apakah kita masih ada sikap yang menikmati su’udzon atau bahkan ada perubahan kecil yang berarti bagi kita.


No comments:

Post a Comment

Isi dengan Hati Nurani anda tentang artikel/berita yang anda baca.